PENGELOLAAN PEMBAYARAN ROYALTI HAK CIPTA MUSIK DAN LAGU OLEH LEMBAGA MANAJEMEN KOLEKTIF NASIONAL
Abstract
Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) memiliki kewenangan untuk menarik, menghimpun, dani mendistribusikani royaltii kepada pencipta, pemegang hak cipta, dan pemilik hak terkait. Pengelolaan royalti musik dan lagu diatur dalam Pasal 87-93 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 (UUHC 2014) dan dioptimalkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 (PP Nomor 56 Tahun 2021) tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik, yang memuat rincian tentang LMKN. Kewenangan LMKN diatur lebih spesifik dalam Pasal 12-14 PP Nomor 56 Tahun 2021. Namun, pelaksanaan pengelolaan pembayaran royalti masih belum maksimal. Sebagai contoh, Piyu, gitaris Band Padi, menerima royalti hanya sebesar Rp 300.000 dalam setahun. Penelitian menunjukkan bahwa aturan yang berlaku belum menetapkan sanksi bagi pengguna yang tidak melaporkan atau membayar royalti dan tidak ada ketentuan yang mengharuskan LMKN menyosialisasikan keanggotaan LMK kepada pencipta. LMKN mendistribusikan 80% dana royalti dan menggunakan 20% untuk dana operasional, sesuai Pasal 91 ayat (1) UUHC 2014. Namun, pemotongan tambahan 20% di Sistem Informasi Lagu dan Musik (SILM) membuat total pemotongan menjadi 40%. Selain itu, LMKN kurang transparan dalam mengelola dan mendistribusikan royalti, terlihat dari kurangnya informasi rinci di situs web resmi LMKN, yang bertentangan dengan Pasal 17 PP Nomor 56 Tahun 2021. Pencipta, pemegang haki cipta, dan pemilik haki terkait menghadapi hambatan dalami memperoleh royalti seperti kurangnya pengetahuan dan kesadaran tentang hak cipta, kesulitan administratif, ketergantungan pada pihak ketiga, dan keterbatasan finansial. Tantangan lainnya termasuk kurangnya sosialisasi LMKN, ketiadaan cabang LMKN di seluruh Indonesia, penegakan aturan yang kurang tegas, pembangunan SILM yang belum selesai, dan faktor digitalisasi. Disarankan agar aturan pengelolaan royalti dalam UUHC 2014 dan PP Nomor 56 Tahun 2021 lebih ditegaskan, termasuk penegakan sanksi, sosialisasi keanggotaan LMK, penghapusan pemotongan di SILM, dan peningkatan transparansi agar pembayaran royalti menjadi lebih baik. Pencipta, pemegang hak cipta, dan pemilik hak terkait juga disarankan untuk meningkatkan pemahaman hak cipta, keterampilan administratif, menjalin kerja sama dengan lembaga lain, memanfaatkan teknologi dan bantuan hukum, serta mendorong pemerintah mempercepat pengembangan SILM.
Kata Kunci : iPengelolaan, Royalti, Hak Cipta, Musik dan Lagu, LMKN.Full Text:
PDFReferences
CNN Indonesia, “Royalti Tak Jelas, Aliansi Komposer Nilai LMK Langgar UU Hak Cipta”, , [diakses pada 14/01/2024].
Koalisi seni, “Siaran Pers: Riset Hak Cipta Musik Digital: Kebijakan Belum Memihak Seniman”, , [diakses pada 25/03/2024].
Lembaga Manajemen Kolektif Nasional, “Distribusi”, , [diakses pada 15/01/ 2024].
Pinkan Anggraini, “Jelimet Kasus Royalti Musik yang Belum Rampung” ,[diakses pada 14/01/2024].
Sekretaris Kabinet Republik Indonesia, “Inilah PP 56/2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan Musik”, , [diakses pada 16/03/2024]
Vincentius Mario dan Tri Susanto Setiawan, “Cerita Piyu Padi Reborn Hanya Dapat Royalti Musik Rp 300.000 dalam Setahun”, , [diakses pada 10/01/2024].
Refbacks
- There are currently no refbacks.
Copyright (c) 2024 Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Keperdataan
Gedung Redaksi
JURNAL ILMIAH MAHASISWA BIDANG HUKUM KEPERDATAAN
Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala
Jalan Putroe Phang No.1. Darussalam, Provinsi Aceh, 23111
Telp: (0651) 7410147, 7551781. Fax: 7551781
e-mail: jimhukumperdata@unsyiah.ac.id
ISSN : 2597-6907 (ONLINE)