Penilaian Kesehatan Pohon dengan Metode Forest Health Monitoring di Agroforestri Kopi Kawasan Lindung Desa Penosan Jaya Kecamatan Permata Kabupaten Bener Meriah
Abstract
Keywords
Full Text:
PDFReferences
Agroforestri kopi, pemantauan kesehatan hutan, kesehatan pohon, kelestarian hutan.
Abstract. Forest health monitoring is a system that uses FHM methods to monitor the condition of forest ecosystems. This system can help forest managers to preserve forests by providing management recommendations to ensure the realization of forest sustainability principles (Safe'i et al., 2019). Knowing the condition of the tree will make it easier to determine steps to improve tree health appropriately and correctly. The number of plots is 21, coffee agroforestry has nine plots, secondary forest nine plots and primary forest five plots. The results showed that the health condition of trees in coffee agroforestry was very healthy, with 42.85% of trees criteria very healthy, 28.57% criteria healthy, 14.29% criteria less healthy, and 14.29% criteria sick.
Keywords: Coffee agroforestry, forest health monitoring, tree health, forest sustainability.
PENDAHULUAN
Hutan lindung adalah wilayah yang ditumbuhi oleh pepohonan dan tumbuhan lainnya yang sudah ditentukan oleh pemerintah atau masyarakat tertentu, agar menjaga fungsi-fungsinya yang ada di dalamnya dapat dilindungi dan dimanfaatkan oleh masyarakat di sekitarnya. Hutan lindung dapat memberikan manfaat yang sangat banyak baik secara langsung dan tidak langsung untuk manusia. Oleh karena itu hutan lindung sangatlah penting bagi kehidupan manusia, sehingga harus dilakukannya penjagaan dan pelestarian hutan lindung untuk terhindar dari kerusakan hutan. Salah satu cara menjaga akan kelestarian hutan yaitu dengan memperhatikan kesehatan hutan dan pohon yang ada didalamnya.
Pemantauan kesehatan hutan adalah sistem yang menggunakan metode FHM untuk memantau kondisi ekosistem hutan. Sistem ini dapat membantu pengelola hutan untuk menjaga kelestarian hutan dengan cara memberikan rekomendasi pengelolaan untuk memastikan terwujudnya prinsip-prinsip kelestarian hutan (Safe’i et al., 2019). Mengetahui keadaan kondisi pohon akan mempermudah untuk menetapkan langkah-langkah pembenahan kesehatan pohon secara tepat dan benar. Adapun cara lain dalam mengukur kesehatan hutan menurut Ulfa et al. (2022) adalah menggunakan forest integrity assessment (FIA).
METODE PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus hingga September 2022. Lokasi penelitian ini dilakukan di hutan lindung Desa Penosan Jaya, Kecamatan Permata, Kabupaten Bener Meriah. Hutan lindung yang menjadi lokasi penelitian terbagi menjadi 3 peruntukan yaitu agroforestri kopi, hutan primer dan hutan sekunder.
Gambar 1. Lokasi penelitian di hutan lindung Desa Penosan Jaya, Kecamatan Permata, Kabupaten Bener Meriah
MATERI DAN METODE
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan adalah aplikasi plannet, busur, benang, GPS (global positioning system), kamera, kalkulator, meteran, dan pita meter. Bahan yang digunakan adalah kapur.
Rancangan Penelitian
Penelitian menggunakan metode forest health monitoring (Tallent-Halsell, 1994) yang merupakan metode untuk menilai kesehatan pohon pada suatu hutan. Indikator yang diamati adalah indikator kondisi kerusakan pohon (tipe kerusakan, kondisi kerusakan dan nilai ambang kerusakan) dan kondisi tajuk (rasio tajuk, kerapatan tajuk, transparansi tajuk, diameter tajuk dan dieback).
Prosedur Penelitian
Penilaian kesehatan hutan
a) Pembuatan plot contoh
Proses pengambilan plot memakai metode purposive with random start adalah metode pengambilan sampel yang didasarkan pada keinginan peneliti yang telah dipertimbangkan sesuai dengan kondisi lapangan (Arikunto, 2006). Intensitas sampling sebesar 0,16%. Jumlah plot sebanyak 21, agroforestri kopi memiliki plot sebanyak sembilan plot, hutan sekunder sembilan plot dan hutan primer lima plot. Desain plot dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Desain plot
Keterangan: Plot ukuran 20m x 20 m, untuk mengukur pohon yang berdiameter > 20cm
b) Pengukuran pohon
Pengukuran dilakukan pada pohon-pohon yang berada di lokasi. Diameter pohon diukur pada 1,3m di atas permukaan tanah atau setinggi diameter at breast height (DBH) sebagai standar dalam pengukuran diameter batang pohon. Pohon yang diukur memiliki diameter ≥ 20cm.
c) Kondisi kerusakan pohon
Kondisi kerusakan pohon menggunakan metode pemantauan kesehatan pohon (FHM), yang mencakup lokasi kerusakan, jenis kerusakan, dan nilai ambang keparahan.
Tabel 1. Kode lokasi kerusakan pohon
Kode Lokasi kerusakan Bobot nilai
Tidak ada kerusakan 0
Akar (terbuka) dan tunggak (dengan tinggi 30 cm di atas permukaan tanah) 2
Akar dan batang bagian bawah 2
Batang bagian bawah (setengah bagian bawah dari batang antara tunggak dan dasar tajuk hidup) 1,8
Bagian bawah dan bagian atas batang 1,8
Bagian atas batang (setengah bagian atas dari batang antara tunggak dan dasar tajuk hidup) 1,6
Batang tajuk (batang utama di dalam daerah tajuk hidup, di atas dasar tajuk hidup) 1,2
Cabang (lebih besar 2,54 cm pada titik percabangan terhadap batang utama atau batang tajuk di dalam daerah tajuk hidup) 1
Pucuk dan tunas (pertumbuhan tahun-tahun terakhir) 1
Dedaunan 1
Sumber: Tallent-Halsell, 1994
Tabel 2. Kode tipe kerusakan dan nilai ambang keparahan
Tipe Kerusakan Kode Tipe Kerusakan Bobot Nilai
Kanker 1 1,9
Konk, tubuh buah (badan buah), dan indikator lain dari pelapukan lanjutan 2 1,7
Luka Terbuka 3 1,5
Eksudasi (Resinosis dan Gumosis) 4 1,5
Batang pecah 5 2,0
Sarang rayap 6 1,5
Batang patah atau akar kurang dari 0,91m pada batang 11 2,0
Brum pada akar atau batang 12 1,6
Akar patah atau mati kurang dari 0,91m 13 1,5
Liana 20 1,5
Hilang ujung dominan (mati ujung) 21 1,3
Cabang patah atau mati 22 1
Brum pada cabang atau daerah dalam tajuk 23 1
Kerusakan daun dan tunas 24 1
Daun berwarna warna (tidak hijau) 25 1
Lain-lain 31 1
Sumber: Tallent Halsell (1994); Safe'i and Tsani (2016)
Untuk pengamatan nilai ambang keparahan akan diberikan kode untuk masing-masing kelas nilai ambang keparahannya (Ningrum, 2021).
Kriteria pengukuran nilai ambang keparahan:
Pengamatan dilakukan untuk melihat jenis atau tipe kerusakan dan lokasi kerusakan pada pohon.
Tipe dan lokasi kerusakan yang sudah teridentifikasi, selanjutnya dilakukannya pengamatan nilai ambang keparahannya.
Pengamatan dilihat pada titik kerusakan, terjadi kerusakan pohon pada bagian daun, maka lokasi tersebut akan dibagi menjadi empat titik bahagian, lalu dilihat dan didata nilai ambang keparahannya berdasarkan kerusakan dan oleh peneliti.
Tabel 3. Kode dan kelas nilai ambang keparahan kerusakan
Kode Kelas (%) Bobot Nilai
01 - 09 1,0
10 - 19 1,1
20 - 29 1,2
30 - 39 1,3
40 - 49 1,4
50 - 59 1,5
60 - 69 1,6
70 - 79 1,7
80 - 89 1,8
90 - 99 1,9
Sumber: Tallent Halsell (1994); Safe'i and Tsani (2016)
Tabel 4 menunjukkan bobot nilai untuk setiap tipe kerusakan, kode lokasi kerusakan dan kode ambang keparahan. Nilai bobot indeks kerusakan pohon adalah 1,7 jika kode tipe kerusakan tersebut memiliki nilai 2. Selanjutnya, kode seperti itu akan berlanjut.
Tabel 4. Bobot indeks kerusakan pohon
Lokasi kerusakan (X) Tipe kerusakan (Y) Nilai ambang keparahan (Z)
Kode Bobot Kode Bobot Kode Bobot
0 1 1,9 0 1
2 2 1,7 1 1,1
2 3 1,5 2 1,2
1,8 4 1,5 3 1,3
1 11 2 7 1,7
1 12 1,6 8 1,8
1 13 1,5 9 1,9
1,3
1
1
1
1
1
Sumber: Safe'i and Tsani 2016
Untuk menilai kesehatan suatu pohon, adapun indeks kerusakan dihitung berdasarkan lokasi kerusakan, tipe kerusakan, dan nilai ambang keparahan (Safe’i and Tsani, 2016). Perhitungan indeks kerusakan dilakukan sebanyak tiga kali, yaitu IK1, IK2, dan IK3. Perhitungan dengan rumus sebagai berikut:
IKi = Xi. Yi. Zi
Keterangan:
IK : Indeks kerusakan pada pohon
i : Nilai pembobotan ke I (1,2,3,….)
X : Pembobotan lokasi kerusakan
Y : Pembobotan tipe kerusakan
Z : Pembobotan nilai ambang keparahan
Hasil perhitungan IK akan digunakan untuk menghitung nilai indeks kerusakan (NIK) memakai rumus sebagai berikut (Mangold, 1997):
NIK = IK1 + IK2 + IK3
d) Kondisi tajuk
Menurut Sujarwo (2019) dan Darmansyah, (2014) dalam Rezinda et al., (2021) menjelaskan kondisi tajuk ditentukan oleh beberapa parameter, seperti rasio tajuk hidup atau live crown ratio (LCR), kerapatan tajuk (crown density), transparansi tajuk (foliage transparency), diameter tajuk, dan dieback.
Rasio tajuk hidup ialah rasio panjang batang pohon yang tertutupi oleh daun terhadap tinggi total pohon secara keseluruhan.
LCR = Ttj/TT ×100%
Keterangan:
Ttj (X): Tinggi total bebas cabang.
TT (Y): Tinggi total.
Kerapatan tajuk adalah banyaknya persentase cahaya matahari yang tertahan oleh tajuk pohon sehingga tidak dapat mencapai permukaan tanah.
Transparansi tajuk (foliage transparency) ialah jumlah cahaya yang dapat melewati tajuk pohon dan mencapai permukaan tanah.
Diameter tajuk adalah nilai rata-rata dari panjang dan lebar tajuk pohon.
Dieback adalah kematian pada bagian ujung tajuk pohon, cabang, dan ranting pohon yang baru saja mati. Daerah yang mati biasanya merupakan proses bertingkat yang dimulai di ujung dan berakhir di pangkal pohon (Sodikin, 2014).
Tabel 5. Kode penilaian kondisi tajuk
Parameter Klasifikasi
Bagus (nilai= 3) Sedang (nilai=2) Rendah (nilai=1)
Rasio Tajuk Hidup ≥ 40%
- 35% 5 - 15%
Kerapatan tajuk ≥ 55%
- 50% 5 - 20%
Transparasi tajuk 0 - 45% 50 - 70% ≥ 75%
Diameter tajuk ≥ 10,1m
,5 - 10m ≥ 2,4m
Dieback 0 - 5 10 - 25 ≥ 30
Sumber: Anderson et al., 1992
Tabel 6. Nilai peringkat visual crown rating (VCR) individu pohon
Nilai VCR Kriteria
(tinggi) Seluruh parameter kondisi tajuk bernilai 3, atau hanya 1 parameter yang memiliki nilai
, tidak ada parameter yang bernilai 1
(sedang) Lebih banyak kombinasi antara nilai 3 dan
pada parameter tajuk, atau semua bernilai 2, tetapi tidak ada parameter yang bernilai 1
(rendah) Setidaknya 1 parameter bernilai 1, tetapi tidak semua parameter
(sangat rendah) Semua parameter kondisi tajuk bernilai 1
Sumber: Anderson et al., 1992
Nilai penilaian penampakan tajuk atau Visual Crown Rating (VCR) dapat dilihat pada Tabel 6. Kelima parameter kondisi tajuk pohon telah dilakukannya pengukur kemudian akan digabungkan ke dalam susunan peringkat penampakan tajuk VCR pada setiap pohon. Hasil penilaian setiap parameter kondisi tajuk yang sudah diamati dapat digunakan untuk memperoleh nilai VCR pada masing-masing pohon (Darmansyah, 2014 dalam Safe’i et al., 2019).
Penilaian akhir tingkat kesehatan pohon
Nilai indeks kerusakan dan kondisi tajuk digunakan untuk menilai tingkat kesehatan pohon secara keseluruhan. Menurut Ansori et al. (2020) memberikan penjelasan tentang rentan nilai skor dari interval 1 - 10, maka skor yang lebih tinggi menunjukkan kesehatan hutan yang lebih baik dan kerusakan pohon yang lebih rendah. Untuk nilai akhir kesehatan pohon didapatkan dari hasil penjumlahan skoring pada setiap indikator akan diberi nilai interval 0 - 20. Kriteria penilaian tingkat kesehatan pohon dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Kriteria penilaian tingkat kesehatan pohon
Nilai tingkat kesehatan Kategori kesehatan
- 4 Sangat sakit
- 8 Sakit
- 12 Kurang sehat
- 16 Sehat
- 20 Sangat sehat
5 Analisis Data
Data primer dan data sekunder adalah dua data yang akan dikumpulkan. Data primer didapatkan melalui dari hasil pengukuran dan pengamatan menggunakan plot berdasarkan indikator pada metode pemantauan kesehatan hutan di lokasi hutan lindung Desa Penosan jaya, Kecamatan Permata, Kabupaten Bener Meriah. Data sekunder berupa kondisi umum lokasi penelitian diperoleh dari instansi terkait. Hasil data primer yang diamati dan diukur disajikan dalam bentuk tabel dan grafik.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Jenis dan jumlah pohon
Tabel 8. Jenis dan jumlah pohon di agroforestri kopi
No Jenis Nama Latin Jumlah individu
Alpukat Persea americana 3
Petai Cina Leucaena leucocephala 1
Kemiri Aleurites moluccana 1
Meudang Jeumpa Magnolia montana 1
Meranti Shore sp. 1
Total 7
Tabel 8 menunjukkan pohon yang paling dominan adalah alpukat (Persea americana) yang memiliki diameter 21,66cm, 20,38cm dan 20,06cm. Alpukat merupakan pohon penghasil hasil hutan bukan kayu (HHBK), memiliki fungsi sebagai penyedia hara bagi tanaman kopi dari serasah dan akar yang terdekomposisi, alpukat juga menghasilkan buah untuk menaikkan penghasilan masyarakat di sekitar hutan (Rinaldi et al., 2018). Menggabungkan tanaman kopi dengan pohon peneduh dapat menjadi metode yang sangat baik untuk meningkatkan kesuburan dan kesehatan tanah.
Agroforestri kopi, pohon-pohon yang tumbuh dengan subur dan rimbun karena jarak tanam antar pohon yang tidak berdekatan, yang membuat pohon tidak berkompetisi dengan pohon lain, sehingga meningkatkan penampilan setiap pohon menjadi lebih baik. Tujuan dari pengaturan jarak tanam dengan kerapatan tertentu adalah untuk memberi tiap tanaman cukup ruang untuk tumbuh dengan baik (Hayata and Febrina, 2019).
Struktur pertumbuhan pohon
Gambar 3. Kelas diameter pohon di agroforestri kopi
Gambar 3 dapat dilihat hasil pengukuran diameter pohon di agroforestri kopi Desa Penosan Jaya Kecamatan Permata Kabupaten Bener Meriah dengan diameter yang paling dominan 20 - 23,5cm dengan jumlah 5 individu pohon yaitu kemiri yang berdiameter 21,66cm, petai cina yang berdiameter 22,92cm, alpukat yang berdiameter 21,66cm, alpukat yang berdiameter 20,38cm dan alpukat yang berdiameter 20,06cm. Ukuran diameter paling sedikit pada kelas 23,60 - 27,10cm dan 30,80 - 34,30cm yang berjumlah masing-masing hanya ada satu individu pohon. Salah satu parameter pertumbuhan pohon tersebut adalah pertumbuhan diameter pada pohon (Safe’i et al., 2013).
Penelitian yang dilakukan oleh Siregar et al. (2023) pada agroforestri kopi kawasan lindung Desa Kekuyang Kecamatan Ketol Kabupaten Aceh Tengah menemukan pohon dengan diameter terbesar adalah aren (Arenga pinnata), yang memiliki keliling 140cm dan berdiameter 44,58cm. Pohon petai cina (Leucaena leucocephala), yang memiliki keliling 63cm dan berdiameter 20,06cm yang merupakan pohon yang berdiameter kecil.
Gambar 4. Kelas tinggi pohon di agroforestri kopi
Gambar 4 menunjukkan kelas tinggi pohon di agroforestri kopi pada Desa Penosan Jaya Kecamatan Permata Kabupaten Bener Meriah, dominan tinggi pohon di agroforestri kopi yaitu sebesar 8,6 - 11,17m dengan jumlah 5 individu pohon yaitu pohon meudang jeumpa memiliki tinggi sebesar 8,6m, petai cina memiliki tinggi 10,6m, alpukat memiliki tinggi sebesar 9,6m, alpukat memiliki tinggi sebesar 9,6m, alpukat memiliki tinggi sebesar 9,6m. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Siregar et al. (2023) pada kawasan lindung dengan jenis agroforestri kopi, tinggi pohon tertinggi adalah 9,9 – 12m, dengan jumlah 7 pohon. Pada tanaman agroforestri kopi, pohon petai cina paling tinggi berkisar antara 9 dan 12m karena masih muda.
Indikator kondisi kerusakan pohon
Lokasi Kerusakan
Tabel 9. Lokasi kerusakan pohon pada agroforestri kopi
Jenis Pohon Kode lokasi kerusakan Total Kerusakan
Alpukat (20,38cm) 3 1
Alpukat (20,06cm) 7, 3 2
Alpukat (21,66cm) 2, 4, 7 3
Petai Cina 3,7 2
Kemiri 3 1
Meudang Jeumpa 3 1
Meranti 3, 9 2
Tabel 9 menunjukkan bahwa ada tiga titik lokasi kerusakan ditemukan pada pohon alpukat yang berdiameter 21,66cm merupakan pohon yang paling umum atau sering dijumpai. Kerusakan pada cabang di agroforestri kopi yaitu pada bagian cabang sebanyak tiga titik lokasi kerusakan, dan lokasi kerusakan yang kurang dijumpai adalah akar dan batang bagian bawah, bagian bawah dan bagian atas batang dan daun masing-masing ditemukan satu titik lokasi kerusakan. Batang bagian atas, batang tajuk, pucuk, dan tunas pada agroforestri kopi merupakan lokasi kerusakan yang tidak ditemukan.
Penyakit yang didapatkan pada bagian batang diantaranya luka terbuka, sarang rayap, eksudasi dan batang pecah. Bagian bawah pada batang ditemukan indikator lapuk dan penyakit lainnya dikarenakan bagian bawah tersebut dekat dengan tanah yang memudahkan hama untuk menyerang pohon tersebut (Ritonga, 2017).
Tipe Kerusakan
Gambar 5. Tipe kerusakan pohon di agroforestri kopi
Berdasarkan Gambar 5 diketahui bahwa tipe kerusakan yang terjadi di agroforestri kopi memiliki 7 tipe kerusakan dengan jumlah individu yang berbeda-beda. Tipe kerusakan eksudasi paling banyak ditemukan yaitu 34% atau sebanyak empat individu pohon. Fikri et al. (2023) menjelaskan eksudasi adalah cairan yang keluar dari bagian batang atau cabang tanaman yang disebabkan oleh hama. Eksudasi terbagi menjadi dua yaitu gummosis dan resinosis. Gumosis adalah bagian dari pohon yang mengeluarkan gum atau perekat, sedangkan resinosis adalah bagian dari pohon yang mengeluarkan cairan resin (Ardiansyah et al., 2018). Tipe kerusakan ini terjadi pada pohon alpukat, pada pengamatan di lapangan ditemukan lubang pada bagian batang pohon yang kemudian mengeluarkan cairan yang berwarna coklat. Tipe kerusakan eksudasi dapat bisa terjadi dikarenakan oleh ulah manusia yaitu dengan melukai batang dengan benda tajam dan dapat disebabkan oleh hama seperti rayap. Bentuk kerusakan dapat terjadi ketika proses fisiologis pohon terganggu oleh penyakit, serangga, atau sumber abiotik lainnya (Pertiwi et al., 2019). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Makhfirah et al. (2021) juga menjelaskan kerusakan yang terjadi akibat dari manusia yang secara sengaja maupun tidak sengaja merusak bagian batang pohon, biasanya menggunakan benda yang tajam seperti golok atau benda tajam lainnya (Makhfirah et al., 2021).
Kelas Keparahan
Gambar 6. Kelas keparahan di agroforestri kopi
Data yang tersaji pada Gambar 6 tingkat keparahan di agroforestri kopi Desa Penosan Jaya Kecamatan Permata Kabupaten Bener Meriah Menunjukkan tingkat keparahan tergolong sedang pada kelas 20 - 29%. Jika tidak dilakukan tindakan, pohon yang kelas keparahannya ringan atau sedang akan menjadi lebih parah dan berdampak negatif pada kesehatannya (Elmayana and Rita, 2022). Persentase dihitung melalui observasi di tempat berdasarkan sebaran banyak serangan yang terjadi pada lokasi kerusakan pohon dan kode persentase diberikan sesuai dengan ketentuan (Safe’i et al., 2021)
Nilai indeks kerusakan pohon
Tabel 10. Kelas nilai indeks kerusakan di agroforestri kopi
Skor Kelas nilai indeks kerusakan Status kesehatan Jumlah individu
3,07 - 3,69 Sangat sehat
Sangat sehat 2
3,70 - 4,32 0
4,33 - 4,95 Sehat
Sehat 2
4,96 - 5,58 1
5,59 - 6,21 Kurang sehat
Kurang sehat 1
6,22 - 7,47 0
7,48 - 8,01 Sakit
Sakit 0
8,02 - 8,73 0
8,74 - 9,36 Sangat sakit
Sangat sakit 0
9,37 - 9,99 1
Total 7
Indikator kondisi tajuk
Tabel 11. Kondisi tajuk pada agroforestri kopi
Kondisi Tajuk Klasifikasi Total Individu
Bagus Sedang Rendah
Rasio tajuk hidup 7 - - 7
Kerapatan tajuk 7 - - 7
Transparansi tajuk 4 3 - 7
Diameter tajuk 3 4 - 7
Dieback 4 3 - 7
Tabel 12 menunjukkan kondisi tajuk pohon pada agroforestri kopi di Desa Penosan Jaya Kecamatan Permata Kabupaten Bener Meriah, rasio tajuk hidup pada Kebun bernilai baik sebanyak tujuh individu, kerapatan tajuk pada agroforestri kopi bernilai baik sebanyak tujuh individu, diameter tajuk pada agroforestri kopi bernilai baik sebanyak tiga individu dan bernilai sedang sebanyak empat individu, Transparansi tajuk pada agroforestri kopi bernilai baik sebanyak empat individu dan bernilai sedang sebanyak tiga individu dan dieback pada agroforestri kopi bernilai baik sebanyak empat dan bernilai sedang sebanyak tiga. Kondisi tajuk pada agroforestri kopi bernilai baik dikarenakan ada perlakuan jarak tanam, jarak tanam antar pohon yang tidak berdekatan, yang membuat pohon tidak berkompetisi dengan pohon lain. Nilai kriteria kondisi tajuk untuk masing-masing parameter pengukuran menentukan hasil pengukuran berikutnya (Safe’i et al., 2020).
Gambar 7. Nilai VCR pada pohon di agroforestri kopi
Gambar 7 hasil dari kelima parameter yang telah diukur dikumpulkan dalam peringkat penilaian penampakan tajuk atau VCR (Visual Crown Rating) untuk masing-masing pohon yang telah dinilai. Dari Gambar 7 pohon dengan VCR yang tinggi sebanyak tiga individu pohon dan pohon dengan VCR sedang sebanyak empat individu pohon. Sedangkan pohon yang mempunyai VCR rendah dan sangat rendah tidak ada ditemukan. Nilai VCR bermanfaat untuk menyatakan kondisi seluruh tajuk pohon (Pertiwi et al., 2020).
Penilaian kesehatan pohon pada agroforestri kopi di Desa Penosan Jaya
Tabel 12. Skoring kesehatan pohon di agroforestri kopi
Skor Kelas nilai indeks kerusakan Jumlah Individu Kelas visual crown rating Jumlah Individu
3,07 - 3,69 2 3.9 - 4 3
3,70 - 4,32 0 3,7 - 3,9 0
4,33 - 4,95 2 3,5 - 3,6 0
4,96 - 5,58 1 3,3 - 3,4 0
5,59 - 6,21 1 3,1 - 3,2 0
6,22 - 7,47 0 2,9 - 3 4
7,48 - 8,01 0 2,7 - 2,8 0
8,02 - 8,73 0 2,5 - 2,6 0
8,74 - 9,36 0 2,3 - 2,4 0
9,37 - 9,99 1 2 - 2,2 0
Jumlah 7 Jumlah 7
Tabel 13. Status kesehatan pohon di agroforestri kopi
Nilai akhir penilaian kesehatan pohon Jumlah individu Persentase Status kesehatan
- 4 - - Sangat sakit
- 8 1 14,29% Sakit
- 12 1 14,29% Kurang sehat
- 16 2 28,57% Sehat
- 20 3 42,85% Sangat sehat
Jumlah 7 100%
Tabel 14 menjelaskan hasil dari status kesehatan hutan di agroforestri kopi di Desa Penosan Jaya Kecamatan Permata Kabupaten Bener Meriah. Status kesehatan pohon pada agroforestri kopi di Desa Penosan Jaya yaitu pohon yang memiliki kriteria sangat sehat berjumlah tiga individu pohon, kriteria sehat berjumlah dua individu pohon, kriteria kurang sehat berjumlah satu individu pohon, dan kriteria sakit berjumlah satu individu pohon, sementara kriteria sangat sakit tidak dijumpainya pohon. Berdasarkan hasil penelitian, kondisi kesehatan pada agroforestri kopi di Desa Penosan Jaya yang mendominasi adalah sangat sehat.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan beberapa jenis pohon alpukat, petai cina, meudang jeumpa, meranti dan kemiri yang berjumlah tujuh individu. Jenis kerusakan yang ditemukan adalah eksudasi, luka terbuka, cabang patah, batang pecah, kerusakan pada daun, hilang ujung domain, dan rayap. Berdasarkan penilaian FHM ditemukan status kesehatannya pohon yaitu sangat sehat sebesar 42,85%, sehat28,57%, kurang sehat 14,29%, dan sakit 14,29%.
DAFTAR PUSTAKA
Ansori, D., P., Safe’i, R., and Kaskoyo, H., 2020. Penilaian Indikator Kesehatan Hutan Rakyat pada Beberapa Pola Tanam (Studi Kasus di Desa Buana Sakti, Kecamatan Batang Hari, Kabupaten Lampung Timur). Perennial, 16(1), pp.1-6.
Ardiansyah, F., Safe’I, R., Hilmanto, R., and Indriyanto, 2018. Analisis Kerusakan Pohon Mangrove Menggunakan Teknik Forest Health Monitoring (FMH). Universitas Lampung, Bandar lampung.
Arikunto, S., 2006. Metode Penelitian. Yogyakarta, Indonesia: Bina Aksara.
Elmaya, and Rita, Rr., N., D., 2022. Identifikasi Kesehatan Pohon di Jalur Hijau Kota Selong Kabupaten Lombok Timur. Jurnal Silva samalas: Journal of Forestry and Plant Science, 5(1), pp.31-44.
Fauziah Ariesta S., Arlita, T., and Harnelly, E., 2023. Penilaian Kesehatan Pohon dengan Metode Forest Health Monitoring di Agroforestri Kopi Kawasan Lindung Desa Kekuyang Kecamatan Ketol Kabupaten Aceh Tengah. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pertanian, 8(2), pp. 550- 561.
Fikri, K., Latifah, S., and Aji, I., M., L., 2023. Identifikasi Tipe Kerusakan Pohon di RTH Kampus Universitas Mataram. Journal of Forest Science Avicennia, 6(1), pp.12-25.
Makhfirah, N., Utami, D., Sena, F., Mardina, V., and Rimadena, Y., 2021. Identifikasi Tipe Kerusakan Pohon di Wisata hutan Lindung Kota Langsa. Jurnal Jeumpa, 8(1), pp.462-471.
Mamun, 2016. Status Kesehatan Hutan di Areal Reklamasi Tambang Batubara Pt Indominco Mandiri Kalimantan Timur. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Mangold, R., 1997. Forest Health Monitoring: Field Methods Guide, USA: USDA Forest Service General Technical Report.
Ningrum, S., 2021. Penilaian Kesehatan Ruang Terbuka Hijau Dengan Menggunakan Metode Forest Health Monitoring (FHM) Di Hutan Kota BNI Dan Lingkungan Kampus Universitas Syiah Kuala Banda Aceh. Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.
Hayata, and Febrina, S., 2019. Pengaruh Jarak Tanam Terhadap Produktivitas Kakao (Theobroma cacao L.) di Desa Betung Kecamatan Kumpeh. Jurnal Media Pertanian, 4(2), pp.59-63.
Pertiwi, D., Safe’I, R., Kaskoyo, H, and Indriyanto, 2019. Identifikasi Kondisi Kerusakan Pohon Menggunakan Metode Forest Health Monitoring di Tahura War Provinsi Lampung. Jurnal Perennial, 15(1), pp.1-7.
Pertiwi, D., Safe’i, R., and Kaskoyo, H., 2020. Kesehatan hutan di blok koleksi tumbuhan dan atau satwa tahura wan abdul rachman provinsi lampung. Jurnal Hutan Tropis, 8(3), pp.251-259.
Rezinda, C., F., G., Safe’i, R., and Kaskoyo, H., 2021. Status dan Perubahan Indikator Vitalitas Hutan Konservasi Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman. Jurnal Perennial, 17(1), pp.12-18.
Rinaldi, R., Bakri, D., S., and Setiawan, A., 2018. Pengaruh Asosiasi Jenis Tumbuhan Terhadap Kualitas Biji Kopi di Kawasan Pengelolaan Hutan Lindung Batu Tegi Provinsi Lampung. Jurnal Hutan Tropis, 6(3), pp.260- 268.
Ritonga, Mhd., T., 2017. Monitoring Kesehatan Pohon pada Jalur Hijau Kota Medan Bagian Timur. Universitas Sumatera Utara, Medan.
Safe'i, R., Hardjanto, Supriyanto, and Sundawati, L., 2013. Pengembangan Metode Penilaian Kesehatan Hutan Rakyat Sengon (Miq.) Barneby & J.W. Grimes). Jurnal Penelitian Hutan Tanaman, 12(3), pp.175-187.
Safe'i, R., and Tsani, M. K., 2016. Kesehatan hutan: penilaian kesehatan hutan menggunakan teknik forest health monitoring. Yogyakarta, Indonesia: Plantaxia.
Safe’i, R., Indriani, Y., Darmawan, A., and Kaskoyo, H., 2019. Status Pemantauan Kesehatan Hutan yang Dikelola Oleh Kelompok Tani Hutan SHK Lestari: Studi Kasus Kelompok Tani Hutan Karya Makmur I Desa Cilimus, Kecamatan Teluk Pandan, Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung. Jurnal Silva Tropika, 3(2), pp.185-198.
Safe’i, R., Darmawan, A. and Kaskoyo, H., 2020. Pemetaan Kesehatan Pohon di Hutan Konservasi (Studi Kasus Tahura Wan Abdul Rachman, Desa Cilimus Kecamatan Teluk Pandan Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung). Talenta Conference Series: Agriculture and Natural Resources, 3(1), pp.91-100.
Safe'i, R., Kaskoyo, H., Darmawan, A. and Haikal, F. F., 2021. Keanekaragaman Jenis Pohon Sebagai Salah Satu Indikator Kesehatan Hutan Lindung (Studi Kasus di Kawasan Hutan Lindung yang Dikelola oleh HKm Beringin Jaya). Jurnal Belantara, 4(1), pp.89-97
Sodikin, D., 2014. Penilaian Kesehatan Jalur Hijau di Kota Bogor, Bogor: Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Sujarwo, 2019. Monitoring Kesehatan Pohon Saga (Adenathera pavonina L) di Kampus Universitas Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara, Medan.
Tallent-Halsell, N., 1994. Forest Health Monitoring 1994 Field Methods Guide. Washington, USA: D.C.: EPA/620/R-94/027. U.S. Envirinmental Protection Agency.
Ulfa, A., R., H., Anhar, A., Subhan, Muslih, A., M., Farida, A., Yanti, L., A., Arlita, T.,and Umam, A., H., 2022. Pengembangan Soft Skill Pengukuran jasa ekosistem untuk Mendukung KPH dan Pengelolaan hutan Rakyat Aceh. Jurnal Pengabdian Kehutanan dan Lingkungan, 1(1), pp.79-91.
DOI: https://doi.org/10.17969/jimfp.v9i1.29118
Refbacks
- There are currently no refbacks.
Copyright (c) 2024 Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pertanian
JIM Agribisnis|JIM Agroteknologi|JIM Peternakan|JIM Teknologi Hasil Pertanian|JIM Teknik Pertanian|
JIM Ilmu Tanah|JIM Proteksi Tanaman|JIM Kehutanan
E-ISSN: 2614-6053 | 2615-2878 | Statistic | Indexing | Citation | Dimensions
Alamat Tim Redaksi:
Fakultas Pertanian,Universitas Syiah Kuala
Jl. Tgk. Hasan Krueng Kalee No. 3, Kopelma Darussalam,
Banda Aceh, 23111, Indonesia.
Email:jimfp@usk.ac.id