Pendapat Ulama Aceh Terhadap Isu Kepemimpinan Perempuan (Studi Kasus Illiza Sa’aduddin Djamal Dalam Kontestasi Pilkada Kota Banda Aceh 2017)
Abstract
Abstrak
Munculnya perspektif gender dan gerakan feminisme diakhir abad 19 merupakan awal pergerakan perempuan di ranah produktif. Dapat dilihat dari bagaimana perempuan dilibatkan secara aktif bekerja di berbagai bidang, mulai dari bidang ekonomi, sosial, politik hingga agama. Meski demikian, perempuan masih terbelenggu dengan budaya, mitos dan jauh dari kata kompetensi yang sehat di ranah produktif. Hal tersebut terjadi di Banda Aceh ketika seorang perempuan mencalonkan diri menjadi pemimpin. Di Aceh, perdebatan mengenai boleh tidaknya memilih perempuan sebagai pemimpin selalu ada dari waktu ke waktu. Masyarakat Aceh memang tidak bisa lepas dari nilai-nilai Islam. Nilai-nilai Islam tersebut tersebar dan sangat berkaitan erat penyebarannya terwujud berkat peran ulama. Pada konteks kepemimpinan perempuan, pandangan ulama umumnya sangat menentukan arah pemikiran masyarakat Aceh dalam menyikapi hal tersebut. Pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) kota Banda Aceh tahun 2017 lalu, ulama Abu Tumin Blang Blahdeh sempat mengeluarkan pendapat bahwa pemimpin dari kalangan perempuan boleh-boleh saja. Namun pendapat tersebut memiliki perbedaan dengan pendapat Abu Mudi yang juga merupakan ulama di Aceh. Menurutnya hukum perempuan mencalonkan diri sebagai pemimpin adalah haram.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pendapat ulama Aceh terhadap isu kepemimpinan wanita di Aceh pada kontestasi Pilkada Kota Banda Aceh tahun 2017. Kemudian juga untuk mengetahui respon aktivis perempuan di Banda Aceh mengenai pendapat ulama terkait isu kepemimpinan perempuan di Aceh.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Data diperoleh melalui sumber data primer dan data skunder, data primer melalui penelitian lapangan yaitu dengan melakukan wawancara kepada informan. Sedangkan data sekunder melalui penelitian kepustakaan yaitu dengan dokumen-dokumen, buku-buku dan bacaan-bacaan terkait.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahwa hegemoni ulama cukup besar dan menjadi faktor utama dalam pergulatan politik pada Pilkada Kota Banda Aceh tahun 2017. Kemudian Respon aktivis perempuan di Kota Banda Aceh terhadap pendapat ulama tersebut ditanggapi beragam, namun secara umum aktivis merespon dengan kritikan yang tidak terlalu kuat dan massive.
Kata Kunci : Feminisme, Hegemoni, Pilkada Kota Banda Aceh
Abstract
The emergence of gender perspectives and the feminist movement in the late 19th century was the beginning of women's movement in the productive realm. Can be seen from how women are actively involved working in various fields, ranging from economic, social, political to religious. However, women are still shackled with culture, myth and away from the word healthy competence in the realm of productive. This happened in Banda Aceh when a woman ran for a leader. In Aceh, the debate over whether or not to elect women as leaders always exists from time to time. The people of Aceh can not be separated from Islamic values. The Islamic values are scattered and very closely related to the spread manifested thanks to the role of clerics. In the context of women's leadership, the cleric's views generally determine the direction of the Acehnese people's think in dealing with it. In the Locals Leaders Election (Pilkada) of Banda Aceh in 2017, Abu Tumin Blang Blahdeh had issued an opinion that the leader of the women is okay. There is also another opinion from Abu Mudi who is also a cleric in Aceh. He said the law of women running for a leader is haram. This study aims to determine the influence of the opinion of Aceh cleric’s on the issue of women leadership in Aceh on the contestation of elections in Banda Aceh on 2017. Then also to find out the response of women activists in Banda Aceh regarding the opinion of clerics related to issues of women leadership in Aceh. The research method used is qualitative research method with descriptive approach. Data obtained through primary data sources and secondary data, primary data through field research is by conducting interviews to informants. While the secondary data through literature research that is with documents, books and related reading.The results show that the cleric hegemony is big enough and become the main factor in the political struggle in Banda Aceh elections in 2017. Then the response of women activists in Banda Aceh to the opinion of the scholars are responded to vary, but in general activists respond with criticism that is not too strong and massive.
Key words : Feminism, Hegemony, Local Leaders Election
Keywords
Full Text:
PDFRefbacks
- There are currently no refbacks.
Alamat Tim Redaksi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Jln. Tanoh Abee, Kopelma Darussalam
Banda Aceh, 23111, Aceh
Indonesia