Peranan Badan Reintegrasi Aceh Dalam Meningkatkan Kesejahteraan Mantan Narapidana Politik GAM Tahun 2015-2017

Reza Fachri, Ubaidullah Ubaidullah

Abstract


ABSTRAK

 

Badan Reintegrasi Aceh (BRA) merupakan sebuah lembaga yang menangani proses reintegrasi terhadap mantan kombatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM), narapidana  politik,  dan  masyarakat  korban  konflik.  BRA  lahir  berdasarkan Intruksi Presiden Republik Indonesia (RI) Nomor 15 tahun 2005 tentang pelaksanaan   nota   kesepahaman   antara   Pemerintah   RI   dan   GAM   atau Memorandum of Understanding, MoU Helsinki. Qanun  Aceh Nomor 6 tahun

2015 tentang BRA serta MoU Helsinki merupakan landasan pedoman BRA dalam menjalankan peranannya. Masalah yang kemudian muncul yaitu belum terealisasi sepenuhnya proses reintegrasi terhadap mantan narapidana politik GAM, hal ini dibuktikan dengan adanya demonstrasi dari mantan narapidana politik GAM yang berlangsung  dari  tahun  2016  sampai  2018  dengan  tuntutan  alokasi  tanah, pekerjaan, dan jaminan sosial yang layak. Penelitian ini bertujuan untuk menelaah peranan BRA dan mengkaji hambatan BRA dalam meningkatkan kesejahteraan mantan narapidana politik GAM tahun 2015-2017. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peranan BRA dalam meningkatkan kesejahteraan mantan narapidana poltik GAM tahun 2015-2017 yaitu, pertama bantuan pemberdayaan ekonomi, kedua bantuan sosial, ketiga jaminan sosial bagi yang tidak mampu bekerja, kelima rehabilitasi fisik, mental, dan psikososial. Adapun juga hambatan BRA yaitu, pertama lemahnya sinergi antar  lembaga,  kedua  belum  tersedianya  data  yang  valid,  ketiga  kendala penentuan  kebutuhan  strategis  dan  penyusunan  perencanaan,  keempat keterbatasan anggaran, kelima penyaluran bantuan belum transparan dan aspiratif, keenam tingginya nilai politis yang memperlihatkan sisi nepotisme, ketujuh lemahnya desain program yang dijalankan BRA. Disarankan dalam meningkatkan kesejahteraan mantan narapidana politik GAM  hendaknya,  Pemerintah RI agar mengucurkan  anggaran  untuk  reintegrasi  melalui  APBN  karena  dana  APBA belum sesuai dengan jumlah kebutuhan di lapangan, dan BRA segera merampungkan data base keseluruhan sasaran penerima bantuan, serta harus adanya perencanaan program yang tepat sasaran, diperlukannya evaluasi secara mendalam  terhadap  program  yang  sudah  dijalankan  sehingga  tidak  terjadi tumpang tindih bantuan agar sistem penyaluran bantuan transparan dan aspiratif.

Kata Kunci : BRA, MoU Helsinki, Reintegrasi

THE ROLE OF ACEH REINTEGRATION BOARD IN IMPROVING THE WELFARE OF FORMERr GAM POLITICAL PRISONERS IN 2015-2017

ABSTRACT

 

The  Aceh  Reintegration  Board  (BRA)  is  an  institution  that  handles  the reintegration  process  of  former  Free  Aceh  Movement  (GAM)  combatants, political prisoners, and conflict-affected communities. BRA was established based on the President of the Republic of Indonesia (RI)’s Instruction Number 15 of

2005 concerning the implementation of a memorandum of understanding between the Government of Indonesia and GAM or a Memorandum of Understanding, the Helsinki MoU. Aceh Qanun (Act) Number 6 of 2015 concerning BRA and the Helsinki MoU are the cornerstones of BRA's guidelines in carrying out its role. The problem that arises upon is it has not fully implementing the process of reintegration of GAM political prisoners, this is showed by the demonstration of GAM political prisoners who took place from 2016 to 2018 with demands for proper  land  allocation,  employment  and  social  security.  This  study  aims  to examine the role of the BRA and examine the obstacles of BRA to improve the welfare  of  former  GAM  political  prisoners  in  2015-2017.  This  research  uses descriptive qualitative method with data collection techniques through interviews and documentation. The results showed that the role of BRA in improving the welfare of former GAM political prisoners in 2015-2017 was, firstly, economic empowerment assistance, secondly social assistance and third, social security for those who were unable to work,  the fifth physical, mental,  and psychosocial rehabilitation.  The  BRA  barriers  are,  first,  the  lack  of  synergy  between institutions,  both  the  unavailability  of  valid  data,  then  thirdly  obstacles  in determining  strategic  needs  and  planning,  fourth  lack  of  budget  ,  fifth  aid distributions are not transparent and aspirational, sixth high political intervention which shows nepotism, seventh weak design of programs runs by BRA. It is recommended that in improving the welfare of former GAM political prisoners, the Government of Indonesia should allocate a budget for reintegration through the   State   Budget   (APBN)   because   Province   Budget   (APBA)   funds   are incompatible  with  the  number  of  needs  in  the  field,  and  BRA  needs  to immediately completes the database for all its beneficiaries, and program planning should  be  on  targets,  in-depth  evaluation  of  the  programs  that  have  been underwent to avoid overlapping of aids. Thus, distribution system is transparent and aspirational.

Keywords: BRA, MoU Helsinki, Reintegration



Keywords


Kata Kunci : BRA, MoU Helsinki, Reintegrasi Keywords: BRA, MoU Helsinki, Reintegration

Full Text:

PDF

Refbacks

  • There are currently no refbacks.


Alamat Tim Redaksi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Jln. Tanoh Abee, Kopelma Darussalam
Banda Aceh, 23111, Aceh
Indonesia